Pemberian Susu dan Isu Keselamatan Kesehatan Kerja

susu-sapiMesin pencari Google siang ini dengan sigap mencari kata kunci yang saya tulis “Susu dan keselamatan kerja”, Uppss, ternyata tidak mudah, tidak ada satu pun artikel yang membahas tentang ini. Padahal isu susu ini sangat penting, setidaknya banyak dari kita yang masih menerima susu setiap bulannya dari perusahaan. Kita memahaminya sebagai kompensasi perusahaan untuk menambah asupan gizi dan manfaat susu dan lebih jauh lagi untuk mencegah efek paparan  bahan-bahan kimia berbahaya yang kita dapati di tempat kerja. Saya masih ingat, sewaktu kecil, ayah saya setiap bulan membawa pulang 3 sampai 4 kaleng susu kental manis. Ayah saya bekerja sebagai buruh di sebuah pabrik kertas di pinggiran Jakarta. Dalam sebuah diskusi Body Mapping di salah satu sesi paparan hasil diskusi, salah seorang peserta mengeluhkan karena perusahaan tidak lagi memberi suplemen susu setiap bulan, dan oleh karenanya dia mengkhawatirkan kondisi kesehatannya sebagai operator produksi di sebuah pabrik deterjen. Masih segar dalam ingatan saya, sebuah perusahaan multinasional di Banten yang membagikan susu pada buruhnya, karena 100 % para buruh setiap hari terpapar solvents.

Pemberian susu oleh perusahaan ini sepertinya sudah menjadi aturan main tidak tertulis yang dipahami dan dimaklumi sebagai cara yang paling ampuh untuk mencegah bahaya bahan kimia dalam jangka panjang. Padahal tidak sepenuhnya benar menurut saya.

Nah tulisan ini saya temukan sewaktu bersama-sama dengan mbah Google. Penulisnya dalam akun Michele-brown.blogspot.com berpendapat sebagai berikut;

Susu dianggap oleh masyarakat sebagai agen penetral. Ketika ada korban keracunan insektisida (racun serangga), tindakan pertolongan pertama adalah pemberian susu atau kadang air kelapa. Mitos lainnya adalah jangan minum obat bersama susu karena dapat menetralkan obat tersebut. Anggapan di atas tidak hanya dipercayai masyarakat berpendidikan rendah tetapi termasuk golongan berpendidikan tinggi. Tidak jarang anggapan ini ikut disebarluaskan oleh tenaga kesehatan, termasuk dokter ketika memberikan penjelasan aturan minum obat kepada pasien.

Pada kasus keracunan, tujuan utama penanganan adalah segera membuang racun yang belum terserap, mencegah penyerapan lebih lanjut, menetralisir racun yang sudah terlanjur ada di dalam tubuh, membuang racun yang sudah terlanjur beredar di dalam tubuh. Susu hanya bermanfaat pada kasus keracunan logam berat, seperti air raksa (Merkuri), timbal, besi, perak. Susu merupakan protein yang memiliki sifat dapat mengalami denaturasi (berubah bentuk) jika bereaksi dengan logam berat. Logam berat ini akan membentuk ikatan dengan protein yang terdenaturasi sehingga mencegah penyerapan lebih lanjut logam berat ke dalam tubuh.

Susu juga bermanfaat diberikan pada kasus keracunan cairan korosif yang tertelan. Susu dapat mengencerkan cairan korosif di lambung sehingga mengurangi kadar keasaman dan mengurangi kerusakan lebih lanjut diakibatkan cairan korosif. Namun, dalam pemberiannya harus hati-hati. Pemberian air atau susu terlalu banyak dapat memicu korban untuk muntah sehingga menyebarkan cairan korosif ke bagian lain di dalam saluran makan dan menimbulkan kerusakan lebih luas. Susu atau air harus diberikan hanya sebanyak 1 gelas kecil (200-250 cc) untuk dewasa, setengah gelas untuk anak-anak.

Pemakaian karbon (activated charcoal) atau lebih dikenal sebagai Norit, pada kasus keracunan lebih bijaksana dibanding susu. Karbon memiliki sifat sebagai penyerap / adsorbent dengan cara mengikat racun. Namun tidak semua racun dapat diserap oleh karbon. Material korosif, alkohol, kalium, besi, lithium adalah contohnya. Pada kasus overdosis obat-obatan, karbon sangat bermanfaat sebagai pertolongan pertama untuk mencegah penyerapan racun. Pemberian karbon harus hati-hati. Korban harus dipastikan sadar penuh dan mampu menjaga jalan nafas.

Pada kasus keracunan, secara umum dianjurkan untuk tidak memberikan apapun lewat mulut kepada korban, kecuali diinstruksikan oleh dokter. Pada korban yang tidak sepenuhnya sadar, pemberian minuman akan sangat berbahaya. Kasus keracunan acapkali disertai muntah, kadang dipicu juga oleh pemberian minuman. Ketika korban tidak mampu menjaga jalan nafasnya dengan baik, muntahan ini dapat masuk ke saluran pernafasan dan menyebabkan sumbatan di saluran nafas maupun di paru-paru. Membawa korban ke fasilitas kesehatan terdekat dengan membawa contoh barang yang dicurigai sebagai racun akan sangat menolong nyawa korban tanpa membahayakan korban lebih lanjut dengan pemberian minuman seperti susu.

Tidak ada alasan yang dapat dipertanggungjawabkan dalam pemberian susu untuk korban keracunan. Lebih banyak resiko dibanding manfaat yang belum jelas ada buktinya

sumber : Michele-brown.blogspot.com

OK, sepertinya kita sudah tahu mengapa susu menjadi penting, tetapi  pernahkah serikat buruh berpikir alih-alih menuntut susu setiap bulan ada baiknya kita juga memperhatikan advokasi isu keselamatan dan kesehatan kerja lebih dalam lagi? Mengapa kita tidak memulainya dengan mencari tahu bahan kimia berbahaya apa yang ada dalam tempat kerja kita? sebagai bagian dari asas keterbukaan informasi, serikat buruh juga dapat meminta informasi bahan-bahan kimia berbahaya apa saja yang ada di tempat kerja itu, setelah itu kita melakukan advokasi berkesinambungan agar perusahaan mengganti bahan kimia berbahaya dengan bahan yang lebih aman. Susu mungkin bermanfaat dalam jangka pendek, tapi bagaimana jika penyakit akibat kerja muncul setelah puluhan tahun kita bekerja?

Ini memang bukan pekerjaan yang mudah tetapi juga tidak sulit dilakukan, Kawan.