Pelanggaran Hak Fundamental Buruh dibalik Sertifikasi Obyek Vital Nasional

Pada tanggal 21 Agustus 2014 tahun lalu, Kementerian Perindustrian mengeluarkan Keputusan Menteri Perindustrian RI No 466/M-InD/Kep/8/2014 tentang Perubahan atas Keputusan Menteri Perindustrian Nomor 620/M-IND/Kep/12/2012 tentang Objek Vital Nasional Sektor Industri. Keputusan Menteri ini merupakan revisi dari Keputusan Menteri sebelumnya dengan menambahkan jumlah perusahaan yang dan kawasan industri yang termasuk dalam kategori obyek vital nasional. Saat ini terdapat 49 perusahaan industri dan 14 kawasan industri. Selain penetapan obyek vital nasional sektor industri, saat ini tercatat pula 252 obyek vital nasional di sektor Energi dan Sumber Daya Mineral (berdasarkan Keputusan Menteri ESDM Nomor 1610 K/02/MEM/2004) yang terdiri dari 33 perusahaan dikelola oleh BP Migas, 186 dikelola oleh Pertamina, 2 di kelola oleh Perusahaan Gas Negara, 25 dikelola oleh PLN dan 6 dikelola oleh Ditjen Minerba.

Dalam siaran pers Kementerian Perindustrian 3 disebutkan bahwa sertifikat obyek vital nasional merupakan bukti telah terjalinnya kerjasama strategis antara kementerian perindustrian, POLRI dan perusahaan industri atau kawasan industri berbasis OVNI demi iklim usaha yang kondusif. Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 63 Tahun 2004 tentang Pengamanan Obyek Vital Nasional, disebutkan dalam Pasal 1 antara lain, Obyek Vital Nasional adalah kawasan/lokasi, bangunan/instalasi dan atau usaha yang menyangkut hidup orang banyak atau sumber pendapatan negara yang bersifat strategis.

Ciri-ciri perusahaaan/kawasan tersebut antara lain;

  1. Menghasilkan kebutuhan pokok sehari-hari
  2. Ancaman dan gangguan terhadapnya mengakibatkan bencana terhadap kemanusiaan dan pembangunan
  3. Ancaman dan gangguan terhadapnya mengakibatkan kekacauan transportasi dan komunikasi secara nasional
  4. Ancaman dan gangguan terhadapnya mengakibatkan terganggunya penyalahgunaan pemerintahan negara

Apabila terjadi gangguan dan ancaman terhadap obyek vital nasional, pengelola Obyek Vital Nasional bersama Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat meminta bantuan kekuatan Tentara Nasional Republik Indonesia.

Sebelas tahun berlalu sejak Keputusan Presiden No 63 Tahun 2004 tersebut, berbagai penyimpangan terjadi, anggota polisi yang bertugas dalam penanganan obyek vital nasional tidak menunjukkan jati diri sebagai aparat keamanan yang netral. Masyarakat justru menjadi korban, baik penembakan maupun tindak kekerasan lainnya. Polri justru muncul sebagai perisai bagi pemodal maupun kepentingan lainnya yang mengatasnamakan hajat hidup orang banyak, namun sejatinya merugikan orang banyak.[2] Dalam catatan Kontras disebutkan bahwa Polri seringkali melakukan tindakan represi dalam penanganan obyek vital nasional dan mengabaikan Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar HAM dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Republik Indonesia. Dalam penjelasan Pasal 9 Undang-undang No 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum disebutkan bahwa pengamanan obyek vital nasional meliputi radius 500 m dari pagar luar.

  1. Perusahaan dan Kawasan Industri dalam Penetapan Obyek Vital Nasional

Menurut Himpunan Kawasan Industri Indonesia (HKI), kawasan industri di seluruh Indonesia hingga tahun 2014 mencapai 81,062 Ha dengan jumlah kawasan industri sebanyak 233 perusahaan. Perusahaan Kawasan Industri yang baru menjadi anggota HKI sebanyak 63 dengan lahan seluas 31,301,05 Ha, adapun total perusahaan penyewa adalah 8727 perusahaan. Kawasan industri anggota HKI di Pulau Sumatera (Sumatera Utara, Sumatera Barat, Kepulauan Riau dan Bangka Belitung) terdapat 16 kawasan industri dengan jumlah penyewa sebanyak 637 perusahaan industri. Kawasan Industri anggota HKI di Provinsi Banten (Cilegon, Serang, dan Tangerang) terdapat 6 kawasan industri dengan jumlah penyewa sebanyak 1090 perusahaan industri.

Kawasan Industri anggota HKI di DKI Jakarta (Cilandak, Pulogadung, Cilincing) terdapat 3 kawasan industri dengan jumlah penyewa sebanyak 518 perusahaan industri. Di Jawa Barat, kawasan industri anggota HKI berada di wilayah Bekasi, Bogor, Karawang, Purwakarta dan Sumedang terdapat 22 kawasan industri dengan jumlah penyewa sebanyak 4,867 perusahaan industri. Di Jawa tengah, 7 perusahaan kawasan industri HKI dengan jumlah penyewa sebanyak 977 perusahaan industri. Sementara itu di Jawa Timur terdapat 4 perusahaan kawasan industri anggota HKI dengan jumlah penyewa sebanyak 551 perusahaan industri. Di Kalimantan Timur hanya terdapat 3 Kawasan Industri yang menjadi anggota HKI yaitu di Bontang, Balikpapan dan Bulungan dengan jumlah penyewa sebanyak 5 perusahaan industri. Di Sulawesi hanya terdapat dua kawasan industri anggota HKI yaitu Makassar dan Palu dengan total jumlah penyewa sebanyak 224 perusahaan industri.

Dalam Keputusan Menteri Perindustrian RI No 466/M-InD/Kep/8/2014 tentang Perubahan atas Keputusan Menteri Perindustrian Nomor 620/M-IND/Kep/12/2012 tentang Objek Vital Nasional Sektor Industri disebutkan bahwa 49 perusahaan dan 14 kawasan industri masuk dalam daftar obyek vital nasional. Dari 14 Kawasan Industri yang terdaftar sedikitnya 2456 perusahaan menjadi penyewa di tiap-tiap kawasan industri tersebut. Sehingga total keseluruhan jumlah perusahaan yang masuk dalam daftar obyek vital nasional adalah 2505 perusahaan.

  1. Kasus-kasus buruh terkait Obyek Vital Nasional
  • Freeport Indonesia (FSP KEP SPSI)

Data Indonesia Corruption Watch mencatat selama rentang waktu 2001-2010 disebutkan jumlah uang yang dikucurkan Freeport ke Polisi sebagai bayaran atas pengamanan obyek vital nasional mencapai angka 79,1 juta USD. Dana tersebut diserahkan    secara langsung oleh PT Freeport kepada polisi yang bertugas di wilayah perusahaan tersebut. Dana yang diterima polisi sebesar 1,25 juta per bulan atau Rp 40 ribu per hari. Pada 20 Oktober 2014, Kepolisian Resor Mimika Papua melarang pekerja Freeport untuk melakukan aksi mogok kerja atau demonstrasi di area Obyek Vital Nasional (Obvitnas) PT Freeport Indonesia di Tembagapura. Kepolisian Mimika berdalih bahwa berdasarkan amanat UU No 9 Tahun 1998 tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum, aksi demostrasi di area obyek vital nasional tidak dapat dilakukan.Pada tanggal 14 Agustus 2015, pihak kepolisian melalui Brimob Polda Daerah Istimewa Yogyakarta mengirimkan 100 orang anggota Brimob untuk diberangkatkan ke Papua demi untuk melakukan pengamanan obyek vital nasional PT Freeport Indonesia

  • Kasus-kasus demonstrasi penetapan upah pada Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI)
  • Aksi tuntutan kenaikan upah Kota Batam (16-18 November 2014)
  • Kabupaten Bintan pada Bintan Industrial Estate (18 November 2014)
  • Kawasan Industri MM 2100 (21 November 2014)
  • Penyerangan aparat terhadap buruh PT Indofood Cibitung
  • Penyerangan buruh PT Sibelco Lautan Minerals (Kawasan Industri Jababeka)
  • Penyerangan kendaraan buruh PT Daido Metal di Kawasan Industri MM2100
  • Penyerangan buruh PT Marsol di Kawasan Industri EJIP
  • Penganiayaan buruh PT Mortal Utama di Kawasan Industri MM 2100
  • PT Thiess Contractor Indonesia (FSP KEP KSPI)

Perselisihan perburuhan di PT Thiess Contractor Indonesia yang berlokasi di Sangatta, Kalimantan Timur berujung pada intervensi aparat DANDIM Kutai Timur. Pihak aparat dalam hal ini bertindak mewakili pihak manajemen serta berusaha melakukan intimidasi kepada para buruh yang tergabung dalam afiliasi Federasi Serikat Pekerja Kimia Energi Pertambangan (FSP KEP KSPI). Peristiwa bermula sejak tahun 2011 hingga saat ini kasus yang ada masih menyisakan kondisi perburuhan yang tidak stabil di tempat kerja.

  • Serikat buruh di Kawasan Berikat Nusantara, Cilincing (SPN & GARTEKS)

   Ditetapkannya Kawasan Berikat Nusantara dalam daftar perusahaan yang menjadi obyek vital nasional memberi perubahan yang signifikan dalam hal kebebasan berserikat. Para buruh tidak lagi dapat menyampaikan aspirasi di dalam kawasan karena segera di halau oleh kepolisian dan atau tentara yang berjaga di dalam kawasan.

  • Pindo Deli Pulp & Paper (FSP2KI)

Tahun 2013, Serikat Pekerja Pindo Deli Pulp & Paper yang berlokasi di Karawang melakukan aksi demonstrasi menuntut kenaikan upah yang stagnan dalam sepuluh tahun terakhir. Atas dalih obyek vital nasional, pengusaha segera meminta bantuan kepolisian dan tentara untuk menghalau aksi buruh. Kehadiran aparat dalam konflik perburuhan di Pindo Deli mengakibatkan situasi hubungan perburuhan menjadi lebih buruk.

  1. Dampak Terhadap Aktivitas Serikat Buruh di Perusahaan dan Kawasan Industri yang menjadi Obyek Vital Nasional

Kasus-kasus yang terurai diatas baru sebagian kecil dari sejumlah kasus yang terjadi akibat penetapan obyek vital nasional ini. Total keseluruhan perusahaan yang terdampak oleh adanya penetapan obyek vital nasional ini adalah 2505 perusahaan dengan ribuan buruh yang tergabung didalamnya.

Kami berpandangan bahwa pemerintah secara jelas “melindungi” kepentingan bisnis korporasi besar. Sertifikasi atas nama pengamanan obyek vital nasional sesungguhnya telah dibayar mahal dengan memakan korban yang tidak sedikit dan dalam pelaksanaannya melanggar hak asasi manusia.

Aturan mengenai Obyek Vital Nasional ini telah melanggar hak-hak fundamental buruh dalam menjalankan kegiatan serikat buruh untuk membela hak dan kepentingan anggota serikat buruh. Hak mogok yang telah dijamin dalam undang-undang ketenagakerjaan No 13 Tahun 2003, dan Konvensi ILO 87 dan 98 yang telah diratifikasi oleh pemerintah RI menjadi hak yang paling dilanggar terkait Keputusan Menteri ini. Pemerintah juga telah melanggar Undang-undang No 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh serta undang-undang Hak Asasi Manusia No 39 Tahun 1999.

Berdasarkan hal-hal tersebut diatas, kami 11 Federasi Serikat Buruh di Indonesia yang terdiri dari:

  • Federasi Serikat Pekerja Kimia, Energi, Pertambangan, Minyak, Gas dan Umum (FSP KEP KSPI)
  • Federasi Serikat Pekerja Kimia Energi Pertambangan FSP KEP SPSI)
  • Federasi Pertambangan dan Energi (FPE KSBSI)
  • Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI)
  • Federasi Serikat Buruh Logam, Metal, Elektronika (LOMENIK KSBSI)
  • Serikat Pekerja Nasional (SPN)
  • Serikat Pekerja Garment dan Tekstil (GARTEKS KSBSI)
  • Federasi Pulp dan Kertas Indonesia (FSP2KI)
  • Federasi Industri Semen Indonesia (ISI)
  • Federasi Serikat Buruh Kimia Kesehatan (F KIKES KSBSI)
  • Federasi Serikat Pekerja Farmasi, Kesehatan (FARKES)

Dalam hal ini TUNTUTAN kami sebagai berikut:

  • Pemerintah Indonesia segera mencabut Keputusan Presiden No 63 Tahun 2004 tentang Obyek Vital Nasional. Hal mana Keppres ini merupakan landasan hukum dari penetapan Obyek Vital Nasional di Sektor Industri dan Migas.
  • Kementerian Perindustrian RI segera mencabut Keputusan Menteri Perindustrian Republik Indonesia Nomor 466/M-IND/Kep/8/2014 tentang Perubahan atas Keputusan Menteri Perindustrian Nomor 620/M-IND/Kep/2012 tentang Obyek Vital Nasional Sektor Industri.
  • Kementerian Perindustrian RI menghentikan segera pemberian Sertifikat Obyek Vital Nasional kepada perusahaan dan perusahaan kawasan industri.

[1] Dipersiapkan oleh Indah Saptorini dalam Audiensi dengan Kementerian Perindustrian, 24 Agustus 2015

2 Chisbiantoro, S.H “Pengamanan Polri dalam Pengamanan Obyek Vital Negara” dalam Trend HAM Indonesia, Januari-Februari 2012

Siaran Pers Tim Perjanjian Kerja Bersama 11 Federasi Serikat Buruh afiliasi IndustriALL

SIARAN PERS

“MENAKER BUNGKAM PERAN FEDERASI SERIKAT BURUH”

Perjanjian Kerja Bersama merupakan hal paling fundamental yang berisi hak dan kepentingan buruh di tempat kerja. Sayangnya, peran federasi serikat buruh dalam perundingan PKB di bungkam oleh Menteri Tenaga kerja (Menaker) melalui Permenaker RI No 28 Tahun 2014 tertanggal 31 Desember 2014.

Menurut Permenaker ini, hanya pengurus serikat buruh dilevel perusahaan yang dapat menjadi pihak dalam perundingan PKB, Padahal Undang-undang No 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja menyebutkan federasi serikat buruh adalah pihak dalam perundingan PKB. Pada tanggal 10 November 2014, 11 Federasi Serikat Buruh mengajukan Judicial Review Pasal 20 ayat 2 Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor Per-16/Men/XI/2011 tentang Tata Cara Pembuatan dan Pengesahan Peraturan Perusahaan Serta Pembuatan dan Pendaftaran Perjanjian Kerja Bersama melalui No perkara No 71 P/HUM/2015 untuk membatalkan ketentuan pemangkasan kewenangan Federasi Serikat Buruh dalam proses perundingan PKB, karena hal yang paling krusial dari Permenaker ini adalah pembatasan federasi serikat buruh untuk dapat terlibat dalam perundingan PKB anggotanya di tingkat pabrik.

Hasilnya, kualitas Perjanjian Kerja Bersama menjadi semakin rendah dan hak serta kepentingan buruh dilemahkan melalui peraturan menteri tenaga kerja. Tidak lama setelah pengajuan Judicial Review ini, atau sekitar 50 (lima puluh) hari kemudian, Menteri Tenaga Kerja mengeluarkan Permenaker No 28 Tahun 2014 tertanggal 31 Desember 2014 dan mencabut Permenaker No Per-16/Men/XI/2011 dan dinyatakan tidak berlaku lagi. Kami telah mengumpulkan lebih dari 100 PKB dari berbagai sektor industri seperti kimia, energi, pertambangan, garmen, tekstil, semen dan industri kertas, hasilnya cukup mencengangkan dimana rata-rata PKB merupakan hasil copy dan paste undang-undang perburuhan serta semakin tergerusnya hak dan kepentingan buruh, ini terlihat dari semakin banyaknya pasal sanksi dan aturan disiplin kerja ketimbang pasal hak dan kepentingan buruh.

Penyebabnya adalah lemahnya pemahaman buruh dan serikat buruh di level perusahaan serta dihilangkannya peran federasi dalam proses perundingan PKB, melalui Permenaker yang jelas-jelas telah melanggar undang-undang No 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh. Jelas sudah, Menaker telah melanggar dan membangkang ketentuan undang-undang perburuhan/Serikat Buruh, bahkan memangkas kewenangan Federasi Serikat Buruh yang diatur dalam UU melalui Permenaker.

Ketentuan Permenaker No 28 Tahun 2014 Pasal 22 terlihat dengan nyata memangkas kewenangan Federasi Serikat Buruh yang diatur dalam UU No. 21/2000 Tentang Serikat Buruh. “Anggota tim perunding pembuatan PKB yang mewakili serikat pekerja/serikat buruh harus pekerja/buruh yang masih terikat dalam hubungan kerja di perusahaan tersebut” Bunyi pasal ini bertentangan dengan Pasal 1, Pasal 4, Pasal 25, 27, dan 28 Undang-undang No UU No. 21/2000 yang menyatakan bahwa serikat buruh, federasi, dan konfederasi serikat buruh mempunyai fungsi sebagai pihak dalam pembuatan perjanjian kerja bersama dan penyelesaian perselisihan industrial.

Oleh karena itu, saat ini kami peringatkan Menteri Tenaga Kerja RI untuk segera mencabut Permenaker tersebut, jika tidak, dalam waktu dekat ini kami akan segera melakukan judicial review terhadap Permenaker No 28 Tahun 2014 serta mengajukan gugatan warga negara terhadap Presiden RI dan Menteri Tenaga Kerja atas pembangkangan terhadap kewajiban hukum atas hak dan kepentingan buruh Indonesia.

Bersama ini kami 11 Federasi Serikat Buruh di Indonesia yaitu FSPMI, FSP KEP, KEP SPSI, SPN, LOMENIK, GARTEKS SBSI, ISI, FSP2KI, FPE, FARKES dan KIKES yang merupakan afiliasi IndustriALL Global Union, sebuah Serikat Buruh Internasional yang mempunyai anggota lebih dari 50 juta orang di 140 negara, mendorong agar para pihak di bawah ini segera :

1. Menteri Tenaga Kerja segera Mencabut Permenaker Nomor 28 Tahun 2014 dan Membuat Peraturan Menteri Tenaga Kerja baru yang berisi pengembalian hak dan kepentingan federasi serikat buruh dalam perundingan PKB di tempat kerja sebagaimana diamanatkan oleh undang-undang.

2. Seluruh federasi serikat buruh di Indonesia untuk merapatkan barisan dan membentuk Departemen Perjanjian Kerja Bersama dalam struktur nasional.

3. Kepada Presiden dan Pengusaha agar menjalankan UU Ketenagakerjaan secara utuh, dan penuh kesadaran untuk kesejahteraan Buruh dan seluruh rakyat Indonesia. Demikian Siaran Pers ini kami sampaikan.

 

Atas perhatian dan kerjasamanya diucapkan terimakasih. Kontak Person: 1. Sahat Butar-Butar,DPP Federasi FSP Kimia Energi Pertambangan (081386001997) 2. Chandra Mahlan, DPP FSP KEP SPSI (0815 1872 926) 3. Indah Saptorini (0816 727 486)

PENGUSAHA STOP PERIKSA HAID KAMI!!!

Pada 19 November 2014, bertempat di Jakarta, Perempuan IndustriALL Indonesia council menandai awal dimulainya kampanye nasional terhadap perlindungan maternitas dan hak reproduksi buruh perempuan dengan menggelar konferensi pers dan seminar. Acara  dihadiri oleh 6o orang buruh perempuan yang datang dari berbagai afiliasi IndustriALL di wilayah Jakarta, Bogor, Tangerang, dan Bekasi. Ibu Lilis Mahmudah, ketua Komite Perempuan menyampaikan hasil temuan riset antara lain, sebagian besar buruh perempuan harus diperiksa darah menstruasi nya untuk dapat mengambil cuti haid.

Pertanyaan terbuka untuk kita semua:

Apakah Anda berkenan, untuk memastikan anda haid, seseorang memeriksa darah menstruasi Anda? Jika Tidak, Anda pastinya lebih beruntung untuk mengatakan tidak. Sebab, para buruh perempuan tidaklah seberuntung Anda. Untuk mengambil cuti haid, mereka harus diperiksa dulu darah haidnya, Ya, Diperiksa!!!

2014-11-19 14.06.14

Narasumber dari Komisioner KOMNAS Perempuan, Ibu Ninik Rahayu, dia mengatakan bahwa hasil survey harus ditindaklanjuti dengan strategi advokasi nasional yang menyeluruh dengan menggandeng 3 kementerian, yaitu Kementerian Ketenagakerjaan, Kementerian Kesehatan dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Anak. Hal yang paling penting juga adalah bersama-sama dengan federasi serikat buruh untuk memperbarui PKB yang selama ini seringkali abai terhadap perlindungan maternitas dan hak reproduksi. Untuk Siaran Pers silakan klik Siaran Pers Komite Perempuan dan untuk mengetahui ringkasan hasil survey sila klik Ringkasan Hasil survey_2014. Untuk membaca presentasi KOMNAS Perempuan baca ini PERLINDUNGAN MATERNITAS DAN HAK-HAK REPRODUKSI PEREMPUAN-HASIL SURVEY KOMITE PEREMPUAN INDUSTRIALL INDONESIA COUNCIL 19 NOP 2014

Seri Lembar Informasi: Dasar hukum kewajiban perusahaan menyampaikan Laporan Keuangan Tahunan Perusahaan

600x400-Kevin

Dalam sesi pelatihan tentang bagaimana memperoleh informasi keuangan perusahaan, seringkali kita dihadapkan pada kenyataan bahwa ternyata perusahaan tempat kita bekerja tidak atau belum memberikan Laporan Keuangan Tahunan Perusahaan (LKTP) padahal setiap perusahaan wajib untuk menyampaikan LKTP kepada Kementerian Perdagangan RI.

Yuk kita lihat dan cek dasar hukumnya:

Dasar Hukum

  1. Undang-undang No 3 Tahun 1992 tentang  Wajib Daftar Perusahaan
  2. Peraturan Pemerintah No 24 Tahun 1998 jo PP No 64 Tahun 1999 Tentang perubahan atas Peraturan Pemerintah No 24 Tahun 1998 tentang Informasi Keuangan Tahunan Perusahaan.
  3. Perusahaan harus melewati prosedur sbb:
  • Penyampaian LKTP dan profil perusahaan (hard copy dan soft copy
  • Penerbitan tanda terima sementara atau penolakan berkas LKTP dan profil
  • Penerbitan STP-LKTP setelah dilakukan pengolahan database
  • Permintaan data informasi LKTP

Perusahaan yang diwajibkan menyampaikan LKTP

  1. Perseroan Terbatas (PT) yang berstatus sebagai Kantor Pusat, berkedudukan di wilayah Negara RI dan mempunyai salah satu kriteria sebagai berikut:)

a. Perseroan Terbatas (PT. TBK ) yaitu perseroan yang telah menjual sahamnya di pasar modal

b. Memiliki bidang usaha yang berkaitan dengan pengerahan dana masyarakat,

c. Mengeluarkan surat pengakuan utang: contoh Surat Obligasi

d. Memilki jumlah kekayaan lebih dari 25 milyar

e. merupakan debitur yang laporan keuangan tahunannya diwajibkan oleh bank untuk di audit

2.  Perusahaan asing yang melakukan kegiatan usaha di wilayah negara RI menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku termasuk didalamnya kantor cabang, kantor pembantu, anak perusahaan serta agen dan perwakilan dari perusahaan itu yang mempunyai wewenang mengadakan perjanjian.

3. Perusahaan Perseroan (PERSERO/BUMN), PERUM, danBUMD

Masyarakat dapat memanfaatkan informasi/data LKTP dengan biaya sesuai PP No 45 Tahun 2012

Proses penerbitan STP-LKTP paling lama 7 hari kerja, proses tidak dikenakan biaya.

Semoga informasi ini bermanfaat:) Selamat Belajar..

Pelatihan PKB dan Pengorganisasian IndustriALL: Menuju PKB yang berkualitas dan serikat buruh yang kuat

2014-09-03 12.43.49

Pada awal September yang lalu, IndustriALL Union building project bekerjasama dengan afiliasi IndustriALL di Indonesia melaksanakan pelatihan perundingan bersama dan pelatihan pengorganisasian. Pelatihan perundingan bersama diikuti oleh 26 orang pengurus serikat buruh. Topik utama dari pelatihan ini adalah memberikan informasi tentang PKB yang berkualitas yang memberikan perlindungan terhadap hak dan kepentingan anggota nya serta memuat standar-standar internasional perburuhan.

2014-09-06 12.20.03

Selanjutnya pada 4-6 September,bertempat di Bekasi, pelatihan pengorganisasian dilaksanakan dengan 26 peserta. Salah satu isu penting yang dibahas dalam pelatihan ini adalah mengenai strategi pengorganisasian dalam serikat buruh. Departemen organisasi serikat buruh harus diperkuat sebagaimana serikat buruh selama ini memperkuat Departemen Advokasi nya. Di bagian akhir pelatihan, peserta berkunjung ke kantor cabang FSPMI Bekasi untuk belajar bersama bagaimana pola pengorganisasian dan pengumpulan iuran anggota untuk memiliki gedung serikat sendiri.

Belajar dari Perjanjian Kerangka Kerja Global

Screen Shot 2014-08-07 at 4.37.48 PM

Apakah kawan-kawan pernah mendengar tentang Perjanjian Kerangka Kerja Global atau dalam bahasa Inggris disebut Global Framework Agreement. Ini semacam perjanjian bersama yang dibuat antara federasi serikat buruh global (Global Union Federation) dengan perusahaan multinasional. Tujuannya tidak lain untuk memperkuat kapasitas serikat buruh untuk berunding dan berserikat di perusahaan multinasional serta melindungi kepentingan buruh didalamnya. Perjanjian kerangka kerja global ini memuat standar-standar terbaik dari hak-hak serikat buruh, kesehatan dan keselamatan kerja, serta kualitas dari prinsip-prinsip kerja dalam operasional perusahaan di tingkat global.

IndustriALL sebagai salah satu serikat buruh global hingga saat ini telah menandatangani 44 perjanjian global dengan perusahaan multinasional. Daftar lengkapnya bisa di  lihat di IndustriALL GFA.

Bagaimana menggunakan perjanjian kerangka kerja global ini?

Jika perusahaan tempat anda bekerja adalah sebuah perusahaan multinasional yang telah membuat perjanjian global dengan serikat buruh global, anda harus membandingkan situasi di tempat kerja dengan perjanjian global ini dan untuk selanjutnya memperhatikan apakah isi perjanjian global ini telah dijalankan dengan baik atau belum. Jika memang perusahaan tempat anda bekerja belum menandatangani perjanjian global ini, kita masih dapat menggunakan perjanjian ini sebagai bahan diskusi dan pembelajaran untuk meningkatkan kualitas PKB kita.

Kawan-kawan sila mempelajari buku GFA ini dalam versi Bahasa Indonesia GLOBAL AGREEMENT-INDONESIA-WEB-SPREAD dan dalam versi Bahasa Inggrisnya Global Agremment-VERSI INGGRIS-6AGT14-WEB-SPREAD

2 versi lengkap nya juga anda bisa unduh di page “Bahan Pelatihan & Video dalam laman ini.

 

Selamat Belajar 🙂

 

 

 

Kemenakertrans: 12,475 Perusahaan melanggar Norma Keselamatan Kerja (Data 2013)

Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi merilis data pada tahun 2013, sedikitnya 12.475 perusahaan melanggar norma Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Dari jumlah tersebut sebanyak 12.657 perusahaan telah melaksanakan norma K3 pasca penerbitan nota peringatan pertama dan kedua. Sementara itu, sebanyak 88 perusahaan sisanya tetap melakukan pelanggaran, sehingga dibuatkan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dan diproses lebih lanjut oleh kepolisian untuk diajukan ke pengadilan.Dari 88 perusahaan tersebut, sebanyak 45 berkas perusahaan masih dalam proses di pengadilan. Untuk penyelidikan dan pemeriksaan kasus pelanggaran sebanyak 43 perusahaan dan sisanya sudah dibekukan oleh kepolisian (SP3).

Jumlah perusahaan pelanggar aturan norma kerja dapat dikatakan meningkat tajam. Sebelumnya pada tahun 2011, Kemenakertrans menyebutkan bahwa jumlah perusahaan yang melakukan pelanggaran aturan ketenagakerjaan dan norma K3 mencapai 3.848 perusahaan. selain itu, menurut data Kemenakertrans pada tahun 2011, jumlah perusahaan yang mendapat peringatan berupa nota pemeriksaan tahap 1 sebanyak 7.468 perusahaan dan jumlah perusahaan yang mendapat peringatan keras berupa nota pemeriksaan tahap 2 berjumlah 1.472 perusahaan.

Dari kedua data diatas, kita bisa melihat bahwa perusahaan pelanggar aturan ketenagakerjaan semakin meningkat jumlahnya setiap tahun. Hal tersebut bisa dikaitkan juga dengan peran pengawasan ketenagakerjaan melalui pegawai pengawas ketenagakerjaan. Menurut data Kemenakertrans, saat ini jumlah pengawas ketenagakerjaan tercatat sebanyak 2.384 orang, untuk menangani sekitar 216.547 perusahaan. Para pengawas ketenagakerjaan yang saat ini tengah bertugas terdiri dari Pengawas umum, 1.460 orang, Pengawas spesialis 361 orang, Penyidik Pegawai Negeri Sipil 563 orang. Suatu jumlah yang belum cukup memadai dibandingkan dengan jumlah perusahaan yang ada.

Sumber :Situs http://www.depnakertrans.go.id, Pikiran Rakyat Online (16 Januari 2014) diunduh pada 4 Agustus 2014

SHARPS Cautiously Welcomes Samsung’s Apology

SAMSUNG Akhirnya meminta maaf dan Mengakui bahwa para buruh yang terkena Leukimia diduga merupakan penyakit akibat kerja

Stop Samsung - No More Deaths!

Image On May 13, 2014, Samsung Electronics Co., Ltd. vice chairman and CEO Kwon Oh-hyun made a public apology to the victims of the company’s leukemia cluster. Source: News1/The Hankyeoreh

Samsung Electronics Co.. Ltd. has finally made a public apology to the victims of a leukemia cluster at its chip plants and promised compensation for them—seven years after the SHARPS campaign borne out of the death of Hwang Yu-mi, the first publicly known victim of the cluster, and six months after stalled negotiations with the victims’ families and the advocate group.

Apology without Concession

In a cautiously worded statement May 13, Samsung vice chairman and CEO Kwon Oh-hyun said the world’s biggest technology company should have sought a solution sooner, but stopped short of conceding a direct link between the company’s lax safety measures and the outbreak of leukemia and other blood diseases among workers at its chip plants.

Mr. Kwon…

View original post 716 more words