Tahun ini adalah tahun yang istimewa, tepat 100 tahun berdirinya Organisasi Perburuhan Internasional (International Labour Organization) yang didirikan pada tahun 1919. Mengawali kelahirannya, ILO mengeluarkan Konvensi ILO No 3 Tahun 1919 tentang Perlindungan Maternitas, konvensi yang pertamakali mengatur bahwa cuti melahirkan sedikitnya 12 Minggu, memberikan upah penuh kepada pekerja perempuan yang menjalani cuti melahirkan serta dijamin untuk kembali di posisi semula ketika ia kembali bekerja. Pada tahun 1952, ILO kembali mengeluarkan Konvensi No 103 dan Konvensi No 183 tentang Perlindungan Maternitas. Konvensi No 183 memberikan pengaturan yang lebih komprehensif terkait perlindungan maternitas termasuk didalamnya pengaturan tentang durasi cuti melahirkan dari 12 Minggu menjadi 14 Minggu. Secara lebih lengkap dan rinci, konvensi ini mengatur antara lain perlindungan kesehatan ibu hamil di tempat kerja, , tunjangan kelahiran dan upah penuh selama menjalankan cuti, perlindungan non-diskriminasi serta perlindungan atas hak menyusui. Konvensi ILO 183 juga mewajibkan istirahat sedikitnya 6 Minggu setelah pekerja perempuan melahirkan
Di Indonesia, pengaturan cuti melahirkan telah ada sejak tahun 1948 melalui UU Kerja (UU No 1 Tahun 1951) dilanjutkan oleh Undangan-undang No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang menyebutkan bahwa cuti melahirkan adalah 1,5 bulan sebelum dan 1,5 bulan sesudah melahirkan, atau sekitar total 12 Minggu apabila di hitung secara total lama cuti. Apabila dikaitkan dengan Konvensi ILO No 183, Indonesia masih tertinggal 2 Minggu lagi menuju 14 Minggu Cuti Melahirkan. Saat ini dibandingkan dengan negara Asia lainnya, durasi lama cuti melahirkan di Indonesia tersalip Oleh Filipina yang minggu lalu telah merubah pengaturan cuti melahirkan dari 60 hari menjadi 105 hari. Sedangkan Malaysia saat ini tengah menggodok undang-undang perburuhan baru yang salah satu pasal didalamnya melakukan amandemen durasi cuti melahirkan dari 60 hari menjadi 98 hari. Jangan tanya Vietnam ya, mereka sudah menerapkan cuti melahirkan selama 6 bulan sejak 2012. Negara Asia Selatan seperti India, sudah lebih dari 2 tahun lalu menerapkan cuti melahirkan 4 bulan lamanya untuk pekerja perempuan.
Selama kurun waktu 5 tahun terakhir, kampanye 14 Minggu Cuti Melahirkan digaungkan dan disebarluaskan di kalangan serikat buruh, kampanye dengan menerapkan 2 strategi utama yaitu bagaimana memperjuangkan 14 Minggu Cuti Melahirkan di Perjanjian Kerja Bersama dan bagaimana mensinergikan gerakan kampanye nasional agar pemerintah Indonesia segera meratifikasi Konvensi ILO 183 tentang Perlindungan Maternitas. Kampanye yang di motori oleh Komite Perempuan 11 Afiliasi IndustriALL di Indonesia ini masih terus berjuang untuk durasi cuti melahirkan yang lebih panjang di Indonesia (dari 12 Minggu menjadi 14 Minggu).
Hingga saat ini, sebanyak 24 Perjanjian Kerja Bersama telah mengadopsi cuti melahirkan lebih dari 12 Minggu. Suatu keberhasilan yang patut kita apresiasi dari benih-benih perjuangan yang telah dibangun dalam 5 tahun terakhir.
Jadi, pertanyaan yang perlu dijawab oleh kita semua, seperti judul diatas” 14 Minggu Cuti Melahirkan di PKB mu, Mungkinkah?
Sejauh kita terus berjuang dan meyakini perjuangan itu, maka tidak ada yang tidak mungkin, bukan?. Beberapa teman serikat buruh yang saya temui seringkali menyatakan bahwa tuntutan cuti melahirkan 14 Minggu di PKB ini amatlah sulit, karena belum ada di undang-undang ketenagakerjaan, pun pemerintah Indonesia belum meratifikasi KILO 183. Jadi kita tidak punya dasar hukum yang kuat untuk menuntut itu. Sebelum kita menjawab argumen ini, pernahkah kita renungkan selama ini, apa-apa yang serikat pekerja telah perjuangkan untuk kesejahteraan anggota dan keluarganya?apakah bonus, tunjangan-tunjangan terukir jelas dalam undang-undang ketenagakerjaan? Lalu bagaimana kita memperjuangkan kepentingan terkait bonus dan tunjangan-tunjangan jika itu tak ada dalam Undang-undang? Tentu kita punya alasan kuat untuk memperjuangkan bonus dan tunjangan-tunjangan bukan?karena kita meyakini bahwa PKB adalah alat yang paling kuat untuk memperjuangkan hak dan kepentingan anggota dan keluarganya. Tuntutan 14 Minggu Cuti Melahirkan bukan hanya tuntutan pekerja perempuan semata, ia harusnya menjadi tuntutan universal serikat pekerja baik laki-laki dan perempuan, bahu membahu untuk perlindungan maternitas yang lebih layak di tempat kerja.
Logika yang sama untuk tuntutan 14 Minggu Cuti Melahirkan di PKB.
Mungkinkah 24 PKB bertambah menjadi ratusan dan ribuan PKB yang memperjuangkan dan menuntut 14 Minggu Cuti Melahirkan
Mari kita “Mungkinkan” 14 Minggu Cuti Melahirkan di PKB masing-masing.
Sampai jumpa di Aksi Peringatan International Womens Day 2019, Depan Istana Negara, Pukul 08:30 sampai selesai!
Hidup Buruh
[…] perusahaan. Misalnya, afiliasi-afiliasi IndustriAll Global Union di Indonesia giat mengampanyekan ‘14 minggu cuti melahirkan’ agar menjadi klausul dalam PKB. Ada pula serikat-serikat buruh yang berupaya memasukan pasal-pasal […]