Pengaturan Maternity Benefit Dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional di Indonesia

Konsep negara kesejahteraan (welfare state) meletakkan negara bertanggung jawab atas warga negaranya yaitu dengan cara mensejahterakan rakyatnya melalui pelayanan, bantuan, perlindungan dan pencegahan masalah-masalah sosial. Ciri dasar konsep ini adanya program asuransi sosial bagi masyarakat serta adanya program penjamin kesejahteraan masyarakat. Salah satu nya terkait pengaturan maternity benefit dalam sistem jaminan sosial nasional. Selama satu dekade terakhir, gerakan serikat buruh aktif mengkampanyekan perlindungan maternitas dan cuti melahirkan yang lebih panjang sebagaimana diatur dalam Konvensi ILO No 183 Tentang Perlindungan Maternitas. Upaya yang dilakukan antara lain melakukan negosiasi Perjanjian Kerja Bersama (PKB) yang memberikan pengaturan cuti melahirkan 14 Minggu. Saat ini misalnya sebanyak 33 PKB dari sektor industri yang berbeda telah mengadopsi aturan 14 Minggu cuti melahirkan atau lebih. Tapi, upaya ini belum cukup, diperlukan pengaturan yang lebih luas dan berdampak, salah satunya melalui upaya untuk pengaturan maternity benefit dalam sistem jaminan sosial nasional.

Organisasi Perburuhan Internasional (ILO), dalam publikasi nya  merilis praktik perlindungan maternitas diseluruh negara anggota ILO. Laporan tersebut diantaranya menyebutkan dari 185 negara anggota ILO, sebanyak 52 negara telah menerapkan pengaturan cuti melahirkan selama 18 minggu atau lebih, 68 negara menerapkan durasi cuti melahirkan selama 14-17 Minggu, dan sisanya 44 negara masih menerapkan cuti melahirkan selama 12-13 Minggu, termasuk Indonesia didalamnya. Dalam 5 tahun terakhir, durasi cuti melahirkan di Indonesia sudah tertinggal dari negara ASEAN lainnya seperti Malaysia, Filipina dan Vietnam yang telah memberikan durasi cuti melahirkan yang lebih panjang.

Cuti melahirkan yang lebih panjang erat kaitannya dengan pemberian ASI selama 6 bulan bagi bayi dimana 1000 hari pertama kehidupan dari seorang anak merupakan intervensi terbaik untuk masa depan anak. Cuti melahirkan yang lebih panjang juga diharapkan dapat mengurangi angka kematian ibu dan bayi. Saat ini cuti melahirkan 12 minggu dipandang kurang mendukung program pemberian ASI ekslusif, karena pekerja perempuan harus cepat  kembali ke tempat kerja saat sedang dalam masa menyusui. Hal ini menimbulkan biaya yang tidak sedikit, karena pekerja perempuan beralih dari pemberian ASI kepada susu formula yang notabene menjadi tambahan biaya baru bagi keluarga pekerja. AIMI (Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia) menyebutkan bahwa biaya ekonomi akibat rendahnya cakupan menyusui termasuk didalamnya biaya intervensi kesehatan akibat anak tidak disusui mencapai 1,5 sampai dengan 9,4 miliar dollar per tahun.

Durasi cuti melahirkan yang lebih panjang juga erat kaitannya dengan sistem pembiayaan upah selama pekerja perempuan menjalani cuti melahirkan. Saat ini, upah cuti melahirkan di Indonesia sepenuhnya di tanggung oleh pemberi kerja. Kondisi ini menimbulkan sebuah konsekuensi logis terhadap keengganan pengusaha untuk memberikan durasi cuti melahirkan yang lebih panjang karena faktor biaya yang harus di tanggung selama pekerja perempuan menjalankan cuti melahirkan. 

Kondisi ini secara tidak langsung memberikan diskriminasi terhadap pekerja perempuan di pasar kerja. Praktek pelaksanaan cuti melahirkan kerapkali juga tidak setara bagi pekerja dengan status kerja prekarius, seperti pekerja kontrak dan outsourcing dan pekerja yang bekerja di sektor informal. 

Terkait mekanisme pembiayaan cuti melahirkan, dari 187 negara anggota ILO, sebanyak 117 negara telah menerapkan cakupan pembiayaan maternity benefit sepenuhnya melalui skema jaminan sosial nasional, dan sebanyak 20 negara telah menerapkan skema campuran antara jaminan sosial nasional dan kewajiban pengusaha, hanya tersisa 40 negara yang memilki pengaturan hanya perusahaan yang melakukan pembayaran maternity benefit, termasuk Indonesia didalamnya. Bahkan, sejak 2011, negara-negara seperti Brunei, Thailand, Kamboja, Nepal, Pakistan telah beralih dari hanya kewajiban pengusaha menjadi penerapan skema campuran antara tanggung jawab negara dan iuran pengusaha.

Skema pembiayaan maternity benefit dalam sistem jaminan sosial nasional akan memberikan perlindungan menyeluruh terhadap perempuan Indonesia sebagai bentuk perlindungan terhadap generasi penerus bangsa. Dengan skema asuransi sosial ini, akan dimungkinkan pengaturan durasi cuti melahirkan yang lebih panjang di Indonesia. Untuk itu diperlukan kajian yang komprehensif dan menyeluruh dari para pemangku kepentingan untuk memperluas cakupan skema BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan yang sudah ada saat ini  ataupun melalui pembiayaan lain dari negara semisal melalui pajak ataupun melalui pembiayaan lain. Sebagaimana prinsip jaminan sosial nasional yaitu sebuah sistem yang berdasarkan pada asas kegotongroyongan melalui pengumpulan iuran dan dikelola melalui prinsip asuransi sosial.

Penerapan cuti melahirkan adalah bentuk keadilan sosial dan kepentingan publik dan menjadi tanggung jawab kolektif. Negara harus hadir untuk memberikan perlindungan yang menyeluruh baik itu dari segi durasi cuti melahirkan, pembayaran upah, serta kebijakan dan peraturan yang mendukung terciptanya generasi emas Indonesia. Untuk itu sangat penting dan mendasar untuk membahas pengaturan skema maternity benefit dalam cakupan jaminan sosial nasional ini lebih jauh, sebagai usaha untuk mendorong pemerintah menjalankan tanggung jawab negara untuk membuat skema perlindungan maternitas bagi seluruh rakyat Indonesia melalui sistem jaminan sosial nasional.

Daftar Pustaka;

———-(2022) Care at work: Investing care leave and services for more gender equal world of work, ILO, 

———-(2022) Christianus H Panjaitan, Kantor ILO untuk Indonesia dan Timor Leste, Makalah  Perlindungan Kehamilan &Cuti Melahirkan, Standar dan Praktik, 27 Juli dalam Lokakarya Kupas Tuntas RUU KIA, IndustriALL UB Project

———-(2022) Presentasi AIMI dalam Lokakarya Kupas Tuntas RUU KIA, IndustriALL UB Project 1000 Hari Pertama & RUU KIA 2022, Jakarta 27-28 Juli 2022


Posted in

Leave a comment