Gerakan serikat buruh di Indonesia yang pada setiap masanya mengalami pasang surut berkesudahan membawa kita pada kesadaran bahwa kita memerlukan serikat buruh yang kuat, baik itu di tingkat nasional hingga tingkat unit-unit kerja di pabrik. Serikat-serikat buruh di Indonesia saat ini dipahami sebagai serikat buruh berbasis perusahaan (company unionism system), ia lahir dari sekumpulan individu yang mempunyai kesadaran sebagai kelas pekerja dan bergabung dalam serikat di tingkatan pabrik. Lebih jauh lagi di tingkat nasional, serikat-serikat buruh membentuk federasi-federasi berbasis sektor industri tertentu seperti garmen tekstil, kimia energi pertambangan, logam metal elektronik, dan sektor-sektor industri lainnya.
Sistem serikat buruh berbasis perusahaan yang kita jalankan saat ini membawa sebuah konsekuensi logis pada sebuah kenyataan bahwa kekuatan serikat buruh terpecah dalam ekosistem masing-masing. Di tingkatan pabrik, serikat dari perusahaan besar dengan jumlah anggota yang banyak memiliki iuran anggota yang stabil, dan memiliki Perjanjian Kerja Bersama (PKB) sebaliknya pekerja yang bekerja di perusahaan kecil berjuang untuk mendirikan serikat dan apalagi berunding untuk sebuah PKB. Di tingkat nasional, federasi serikat pekerja bertumbuh dalam keterbatasan baik secara sumber daya manusia dan keuangan.
Salah satu hal yang luput dari “radar” federasi adalah kualitas dan kuantitas PKB. Ekosistem PKB dimaknai sebagai ranah perjuangan serikat di tingkat pabrik dan bukan menjadi “urusan” utama federasi di tingkat nasional.
Berdasarkan data Kementerian Tenaga Kerja RI pada Juli 2017, jumlah total PKB di Indonesia tanya berkisar di angka 13,577 PKB. Jumlah ini lebih kecil dibandingkan jumlah Peraturan Perusahaan (PP) yang mencapai 51,895 PP. Apabila dibandingkan dengan jumlah total perusahaan yang tercatat di Kemenaker yaitu sekitar 213,743 perusahaan, jumlah perusahaan yang mempunyai PKB hanya dikisaran angka 6%. Apabila kita bandingkan data dari afiliasi IndustriALL di Indonesia, dari 3506 unit kerja anggota 11 federasi afiliasi hanya sekitar 1290 PUK yang memiliki PKB di tempat kerja. Jumlah yang masih jauh dari ideal.
Kondisi ini menjadi lebih parah karena Kementerian Tenaga Kerja Melalui Peraturan Menteri Tenaga Kerja No 28 Tahun 2014 Tentang Tata Cara Pembuatan dan Pengesahan Peraturan Perusahaan Serta Pembuatan dan Pendaftaran Perjanjian Kerja Bersama dalam salah satu pasalnya mensyaratkan bahwa tim perunding pembuatan perjanjian kerja bersama adalah pekerja yang masih aktif bekerja di perusahaan tersebut.[1] Pasal ini jelas telah semakin mengebiri peran federasi sebagai pihak dalam pembuatan perjanjian kerja bersama sebagaimana amanat Pasal 4 dan Pasal 25 Undang-Undang No 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh.
Peraturan menteri yang lebih jumawa dari Undang-undang ini semakin menjauhkan federasi dalam memperbaiki dan menambah jumlah PKB anggotanya. Cara pandang keliru yang luput begitu saja, lolos dari perhatian federasi dan dimaklumkan oleh anggota-anggota afiliasi di tingkatan pabrik.
Beberapa hal di bawah ini barangkali dapat menjadi bahan pemikiran dan diskusi bersama untuk memperbaiki kuantitas dan kualitas PKB untuk mencapai sebuah mimpi ideologis tentang PKB berbasis industri;
Kesatu, Federasi-federasi serikat buruh di Indonesia belum maksimal dalam membentuk departemen PKB yang bertujuan untuk mengawal dan mendampingi anggota dalam membentuk dan memperbaiki kualitas PKB seluruh anggota afiliasi, selain itu Departemen PKB diharapkan dapat membentuk suatu model PKB berbasis industri yang berlaku secara nasional bagi seluruh anggota serikat pekerja. Model PKB diharapkan dapat menjadi standar minimum di tempat kerja yang berlaku baik itu di perusahaan besar ataupun perusahaan kecil. Serikat-serikat di tingkatan pabrik tentu saja dapat berunding melebihi standar PKB nasional tadi menyesuaikan dengan situasi dan kondisi di masing-masing perusahaan.
Kedua, Peraturan Menteri Tenaga Kerja yang mengebiri hak dan peran federasi dalam perundingan PKB sudah sepatutnya di hapus dan dinyatakan tidak berlaku. Peraturan ini melanggar Undang-undang No 21 Tahun 2000 dan sebuah gerakan untuk melakukan advokasi terhadap batalnya aturan tersebut amatlah mendesak untuk segera dilakukan.
Ketiga, berunding kolektif (collective bargaining) adalah salah satu hak fundamental pekerja dan serikat pekerja untuk mendapatkan kesejahteraan bagi pekerja dan anggota keluarganya. PKB adalah jantung dari sebuah gerakan pekerja melawan eksploitasi dan intimidasi pengusaha terhadap pekerja yang wajib di hormati, di penuhi dan di promosikan untuk kondisi kerja yang lebih layak.
Semoga mimpi PKB berbasis Industri, bukan sekadar mimpi ideologis!Semua berawal dari Mimpi, Hanya Kita yang bisa Mewujudkan!
Hidup Buruh!
Tulisan sederhana ini dibuat untuk mengiringi perjalanan 45 tahun Pak Chandra Mahlan dalam pengabdian kerja-kerja beliau bagi gerakan buruh di Indonesia. Awal tahun 2011, sewaktu saya bekerja untuk ICEM sebagai Project Coordinator, membawa saya pada kegiatan-kegiatan pelatihan yang melibatkan kontribusi pimpinan-pimpinan federasi untuk terlibat sebagai narasumber pelatihan yang diperuntukkan untuk anggota. Dan disana saya mengenal lebih jauh tentang Pak CM. Sebenarnya dalam rekaman ingatan masa kecil saya, beliau tidak lah asing sama sekali, karena Pak CM adalah teman baik ayah saya di keluarga besar SP KEP SPSI.
Semangat Pak CM untuk menjadi pendidik sekaligus organiser sungguh membuat saya kagum dan sekaligus menjadi pengingat kala semangat sedang kendur. Pengalaman Pak CM berkeliling dari satu daerah ke daerah lainnya sungguh membuat saya berdecak kagum dan terinspirasi, satu waktu saya ingin mengikuti jejak Pak CM untuk berkeliling dan mengenal lebih banyak orang.
Pak CM juga salah satu teman diskusi dan berbagi terkait rencana-rencana strategis dan program-program pelatihan yang saya kerjakan saat ini. Dalam kesempatan yang baik ini saya ingin mengucapkan terimakasih yang mendalam dan salam hormat saya untuk dedikasi dan kontribusi Pak Chandra Mahlan dalam gerakan buruh di Indonesia. Semoga Pak CM selalu sehat!
[1] Pasal 22 Permenaker 28/2014; Anggota tim perunding Pembuatan PKB yang mewakili serikat pekerja/serikat buruh harus pekerja/buruh yang masih terikat dalam hubungan kerja di perusahaan tersebut